Senin, 07 Oktober 2013

LOW COST “GENGSI” CAR (LCGC)



Kebutuhan akan transportasi dewasa ini memang tidak bisa dipungkuri mendekati menjadi kebutuhan primer. Dalam era yang serba dituntut untuk mengefisienkan penggunaan waktu, alat transportasi lah yang menjadi salah satu penunjang untuk mengefisiensikan waktu. Dengan alat transportasi kita dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan waktu yang relatif lebih cepat. Alat transportasi yang akan menjadi pembahasan kita kali ini adalah mobil. Kepemilikan mobil bagi masyarakat Indonesia ini adalah salah satu kebutuhan transportasi juga sebagai alat penunjang pengiriman logistik karena memang dapat menampung barang lebih banyak dari alat transportasi darat lainya dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Selain itu, kepemilikan mobil di Indonesia ini juga menjadi patokan sosial seseorang. Biasanya orang yang memiliki mobil itu adalah kalangan orang berduit karena memang harganya yang cukup mahal.
Pemerintah, melalui kementrian perindustrian dewasa ini melaunching program LCGC “Low Cost Green Car”. Program ini berupa syarat kepada produsen mobil untuk memproduksi mobil dengan harga yang rendah dan dengan konsep “green”. Lalu batas murah yang diminta pemerintah itu berapa si ? pemerintah memberikan batas harga murah dibawah Rp 100.000.000. jadi, batas harga ini yang menjadi parameter “low cost” yang dimaksud pemerintah. Setelah itu, mobil ini juga harus menggunakan konsep “green car”. Standar konsep green car ada pada bagian bahan bakarnya. Pemerintah memberikan syarat bahwa dengan 1 liter bahan bakar mobil LCGC bisa menempuh minimal 20 KM. Bahan bakar yang digunakan LCGC adalah BBM berupa pertamax, bukan premium.
Terdapat dua perusahaan produsen mobil yang telah meluncurkan mobil LCGC, yaitu Daihatsu Ayla dengan harga termurah Rp 76.500.00 (type D M/T) dan Toyota Agya dengan harga termurah Rp 99.900.00 (type E M/T). Baru-baru setelah program LCGC diluncurkan, kedua mobil ini juga lauching ke pasaran. Dan sampai sekarang sudah ada sekitar 1000 pesanan (inden) terhadap mobil-mobil tersebut.
Perlu kita kaji tentang kebijakan pemerintah ini. Dari kebijakan ini tercium beberapa kejanggalan dan efek-efek yang dapat timbul yang sekiranya akan merugikan bangsa. Memang harus ditinjau dan dikaji ulang karena sesuai dengan amanah konstitusi bahwa setiap kebijakan pemerintah harus independen tanpa tujuan untuk menguntungkan suatu pihak. Jangan sampai pemerintah dalam mengeluarkan suatu kebijakan karena tekanan dari suatu pihak atau atas kerja sama untuk menguntungkan suatu pihak.
Dengan program ini pemerintah juga terlihat tidak konsisten. Inkonsistensi pemerintah terlihat ketika kita kaitkan program LCGC dengan program pemerintah sebelumnya yaitu mobil nasional. Kemarin pemerintah menggalakkan mobil nasional tetapi sekarang dengan program LCGC yang mencuat adalah mobil produksi asing bukannya mobil nasioanl. Jelas mobil nasional akan terpuruk karena akan tenggelam dengan kualitas serta harga yang ditawarkan oleh produsen asing. Produsen pemegang pasar mobil di Indonesia ini yaitu Daihatsu dan Toyota dari Jepang. Jikalau kami harus berburuk sangka bahwa program ini ada hubungannya dengan Jepang yang memang selalu memberikan bantuan dan kerja sama kepada Indonesia di bidang infrastruktur khususnya jalan. Seakan-akan program ini memberikan peluang kepada produsen-produsen tersebut untuk meningkatkan keuntungan.
Ada beberapa pendapatan yang menyatakan bahwa LCGC bertujuan untuk meningkatkan industrialisasi di Indonesia. padahal tingkat industrialisasi itu tidak ditandai dengan meningkatnya jumlah mobil. Lebih-lebih LCGC ini sasaran utamanya adalah masyarakat menengah atas bukan kepada industri-industri. Dari segi ekonomi, dengan harga yang murah dan diharapkan banyak yang membeli maka peredaran uang di Indonesia akan meningkat akibat banyaknya permintaan tersebut sehingga dapat menyebabkan inflasi. Selain itu, dengan semakin banyaknya pemilik mobil pribadi akan membunuh secara perlahan pekerjaan para supir kendaraan umum karena semakin sedikit penumpangnya. Dari situ juga terlihat bahwa program ini kontradiksi dengan transportasi masal. Masyarakat akan cenderung memilih menggunakan mobil pribadinya dari pada transportasi masal.
Mari kita pikir secara logika sederhana saja, dengan meningkatnya pemilik mobil maka akan memperburuk masalah kemacetan yang terjadi. Artinya ketika pemerintah akan membenahi kemacetan tersebut maka harus melakukan langkah yang lebih panjang dan lebar serta harus merogoh kantong yang lebih dalam karena kuantitas penyebab kemacetannya bertambah. Peningkatan pemilik mobil juga akan sebanding dengan peningkatan ketergantungan terhadap BBM. Padahal sesuai dengan undang-udang pemerintah seharusnya terus mereduksi ketergantungan masyarakat terhadap BBM dengan mengalihkan ke sumber energi lain, lagi-lagi program LCGC ini tidak sinergis dengan program tersebut. Kita juga bisa mempertanyakan lagi konsep green car yang disyaratkan tersebut, bagaimana bisa disebut green car kalau tetap mengkonsumsi BBM dan bahkan cenderung meningkatkan masyarakat untuk mengkonsumsi BBM. Belum lagi dengan bertambahnya jumlah mobil juga akan menambah kepekatan polusi CO2 di udara. Hal ini tidak sesuai dengan konvensi CO2 yang telah disepakati.
Lalu sebenarnya apa tujuan dari program ini ? beberapa pendapat juga menyatakan bahwa program ini melecehkan masyarakat khususnya kalangan menengah Indonesia karena dianggap hanya baru bisa membeli mobil dengan harga yang murah (low cost). Ada pula yang menyebutkan bahwa tujuan dari LCGC ini adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri masyarakat karena dengan memiliki mobil mereka akan merasa status sosial mereka terangkat. Jikalau memang begitu program ini secara implisit menanamkan rasa gengsi kepada masyarakat, dengan begitu ganti saja kata “green” pada program ini dengan kata “gengsi” menjadi “Low Cost Gengsi Car”.  Ataukah benar ini hanyalah sebuah politik luar negeri belaka atau konspirasi yang sudah tak pantas disebut konspirasi lagi karena begitu gamblangnya terlihat ?
Dengan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Pemerintahan Indonesia yang sudah berusaha keras memeras keringat dan pikiran demi kemajuan bangsa Indonesia dan masyarakat didalamnya. Saya menyampaikan pendapat saya tentang program ini dan semoga dapat diambil pelajaran, bukan untuk menjelek-jelekkan. Pengetahuan saya masih rendah masih butuh banyak guru dan ilmu dalam mengkritisi suatu masalah. HIDUP INDONESIA !
M.Hibatur Rahman, Kantor Pusat Fakultas Teknik, UGM, 04 Oktober 2013